Optimalisasi Aset untuk Meningkatkan Pendapatan Negara

Setiap tahun, Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) mengalokasikan anggaran untuk pemeliharaan Barang Milik Negara (BMN). Namun, anggaran yang dialokasikan justru dapat menimbulkan kerugian negara apabila BMN tidak dipergunakan (idle).

Mengenai BMN idle, telah tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016. BMN bisa dikatakan idle jika tanah dan/atau bangunan tidak digunakan oleh Pengguna Barang. Selain itu, BMN juga disebut idle apabila Pengguna Barang menggunakan BMN, tetapi tidak sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, seperti dikutip dari Antara, pernah mengemukakan BMN yang idle tidak memiliki nilai lebih untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan BMN secara optimal dapat menambah penerimaan negara dalam sektor bukan pajak.

Kegelisahan Menkeu ditanggapi oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu yang selama ini mengelola kekayan sekaligus aset negara. Baik yang idle atau pun tidak. DJKN kemudian mengidentifikasi dan melakukan kajian terkait pengelolaan kekayaan negara. DJKN menyadari jika permasalahan yang ada tidak bisa diselesaikan dengan strategi dan taktik konvensial.

DJKN akhirnya membentuk Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kemenkeu, yaitu Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Tugas dan fungsinya adalah melakukan optimalisasi aset negara melalui pengelolaan properti negara atau properti manajemen.

LMAN diberi mandat mengelola aset dalam kondisi underutilized. Kemudian LMAN mencari cara untuk meningkatkan status aset tersebut agar tidak bermasalah atau free and clear agar dapat dimonetisasi. Namun, LMAN tidak diperbolehkan menjual aset. Jadi sekadar menyewakan dan memanfaatkan.

Aset yang dikelola LMAN berupa rumah toko (ruko), gedung pertemuan, apartemen, tanah mangkrak hingga LNG (Liquefied Natural Gas). Ada dua LNG yang dikelola, yaitu Arun di kota Lhoksumawe, Aceh dan Badak di kota Bontang, Kalimantan Timur. Keduanya menjadi prioritas dalam optimalisasi aset untuk mendukung ketahanan energi yang juga menjadi progam kerja Presiden RI.

Pada enam bulan pertama sejak berdiri, tepatnya pada Juni 2016, LMAN meraup pendapatan operasional senilai Rp20 miliar dari optimalisasi sejumlah aset eks Hak Tanggungan Bank Indonesia (HTBI). Capaian ini melampaui target yang dipresiksi sebesar Rp19 miliar.

Seperti diberitakan Tirto.id, pada tahun berikutnya, pencapaian LMAN semakin jauh melesat. Hingga 27 Desember 2017, pendapatan operasional LMAN mencapai Rp249,9 miliar. Pendapatan meningkat seiring dengan bertambahnya aset yang dikelola.

Kenaikan diperoleh dari kilang LNG yang menyumbang sebesar Rp237 miliar. Sementara pendapatan dari aset properti eks HTBI sekitar Rp12,88 miliar.

Dalam mengoptimalkan aset, LMAN juga tidak hanya mengukur dari sisi materi. Kepentingan dan dampak sosial juga harus diperhitungkan. Salah satu contohnya adalah satu bangunan aset yang dijadikan puskesmas oleh pemerintah daerah setempat. Jika dihitung manfaat sosialnya secara ekonomis, aset tersebut menghasilkan Rp. 246 Miliar per tahun.

Direktur Utama LMAN, Rahayu Puspasari pernah berujar, peran aset tidak harus selalu menjadi uang. Banyak cara holistik mengoptimalkan aset untuk kepentingan sosial.